Prosesi Pernikahan Adat Jawa (Solo)
Upacara perkawinan adapt Jawa merupakan warisan Keraton, yang dulu hanya boleh diselenggarakan oleh keluarga kerajaan saja. Sebagai warisan tradisi keratin, tak pelak tata cara pernikahan adat jawa ini sarat akan symbol dan filosifi, yang intinya adlah untuk memuliakan Tuhan Yang Maha Esa, serta memohon berkah dan keselamatan bagi calon pasangan suami isteri dalam menjalankan biduk rumah tangganya kelak. Seperti halnya pandangan banyak suku daerah di
Nontoni
Bagaian pertama dalam prosesi pernikahan adallah nontoni, Proses nontoni dilakukan oleh pihak keluarga pria dengan tujuan untuk mengetahui status gadis yang akan dijodohkan dengan anaknya apakah masih “ legan “ ( sendiri ) atau sudah memiliki pilihan sendiri. Hal ini dilakukan agar jangan smpai terjadi benturan dengan pihak lain yang mungkin menghendaki sang gadis menjadi menantunya.
Panembung
Dapat diartikan sebagai melamar. Dalam proses melamar seorang gadis yang akan dijadikan jodoh, biasanya akan dilakukan sendiri oleh pihak pria dengan diantar keluarga seperlunya. Tetapi bagian ini bisa juga diwakilkan kepada sesepuh atau orang yang dipercaya dengan disertai beberapa orang teman sebagai saksinya. Setelah pihak pria menyampaikan maksudnya, biasanya langsung di jawab oleh pihak wnita boleh tidaknya sang gadis diperisteri.
Paningset
Apabila sang gadis bersedia dijodohkan dengan sang pria yang melamarnya, maka jawaban akan segera diberikan kepada pihak pria serta memberikan perkiraan mengenai proses selanjutnya. Pada saat itu, orang tua pihak pria akan membuat ikatan pembicaraan lamaran denga “ Pasrah Paningset “ ( saran pengikat perjodohan ).Perlengkapan paningset yang diserahkan oleh pihak laki laki kepada pihak wanita adalah : Paningset Utama ( kain batik truntum, cincin, kasemekan, Stagen dan Kain sindur ), Abon abon Paningset ( Jeruk Gulung/jeruk bali, Nasi Golong, Tebu Wulung, Pisang Ayu dan Suruh Ayu ), Pengiring Paningset ( hasil bumi dan barang kebutuhan wanita ), Sesaji pelengkap paningset ( sepasang ayam hidup, dua buah kelapa gading, dua batang tebu wulung, bahan bahan jamu. )
SELANJUTNYA ADALAH PELAKSANAAN PERSIAPAN ACARA PERNIKAHAN SESUAI DENGAN KETETAPAN YANG DIUCAPKAN PADA SAAT LAMARAN OLEH PIHAK WANITA.
Sowan Luhur
Maksudnya adalah meminta restu dari para sesepuh dan menziarahi kubur para pini sepuh yang sudah meninggal, kemudian bagi yang beragama islam biasanya dilaksanakan pengajian dan doa bersama dirumah pihak wanita yang diahadiri oleh kerabat dan handai taulan terdekat.
Pasang Tarub
Merupakan tradisi membuat “ bleketepe “ atau anyaman daun kelapa untuk dijadikan atap atau peneduh resepsi, tata cara ini mengambil ajaran Ki Ageng Tarub, salah satu leluhur raja raja mataram. Saat mempunyai hajat menikahkan putrinya Dewi Nawangsih dengan Raden Bondan Kajawan, ki Ageng mebuat peneduh dari anyaman daun kelapa. Tata cara pasang tarub adalah sang ayah naik tangga sedangkan ibu memegang tangga sambil membantu memberikan “ bleketepe “, tata cara ini menjadi perlambang gotong royong kedua orang tua yang menjadi pengayom keluarga.
Pasang Tuwuhan
“ Tuwuhan” mengandung arti suatu harapan kepada anak yang dijodohkan dapat memperoleh keturunan sebagai penerus kelangsungan sejarah keluarga. Tuwuhan terdiri dari :
- Pohon pisang raja yang buahnya sudah masak, sebagai gambaran dari pemikiran uang sudah matang dan dewasa, sedangkan pisang raja dimaksudkan agar memiliki kemakmuran, kemulyaan seperti seorang raja.
- Tebu Wulung berwarna merah tua sebagai gambaran, sumber rasa manis yang dimaksudkan kehidupan yang serba enak. Sedangkan makna wulung bagi orang jawa berarti sepuh atau tua. Setelah memasuki jenjang perkawinan , diharapkan kedua mempelai memiliki jiwa sepuh yang selalu bertindak dengan penuh kebijaksanaan.
- Cengkir Gading, merupakan simbul dari kandungan atau tempat keturunan.
- Daun Randu dan Pari Sawuli, hal ini melambangkan agar pasangan suami isteri nantinya mampu untuk mencukup keluarganya dengan sandangpangan.
- Godong apa apa ( bermacam macam dedaunan ), seperti daun beringin yang mencerminkan pengayoman dan rumput alang alang sebagi penghalang dll.
Siraman dan Sade Dawet ( Dodol Dawet )
Upacara ini bermakna membuang hal hal yang kotor dari kedua calon mempelai, agar memasuki bahtera rumah tangga dengan kebersihan jiwa dan niat yang tulus dan suci. Selain oleh kedua orang tuanya, prosesi menyirami ini dilaksanakan oleh para pini sepuh keluarga, masing masing sesepuh melaksanakan siraman sebanyak 3 kali dengan gayung yang terbuat dengan tempurung kelapa dan diakhiri siraman oleh ayah mempelai.
Dodol Dawet
Sengkeran
Atau yang lebih dikenal dengan “dipingit” pada jaman dulu dilakukan untuk menjaga keselamatan pengantin putri. Sedangkan pada masa sekarang, calon pengantin putri setiap malam dilulur dan mendapat banyak petuah mengenai bagaimana menjadi seorang istri dan ibu dalam menjalani kehidupan dan mendampingi suami, serta mengatur rumah tangga.
Malam Midodareni
Malam midodareni adalah malam menjelang dilaksanakannya ijab dan panggih. Pada pelaksanaannya malam midodareni terdiri dari beberapa prosesi yang syarat akan makna, yaitu :
- Jonggolan, adalah datangnya calon pengantin pria ketempat mertua. Tujuannya untuk menunjukkan bahwa dirinya dalam keadaan dan selamat, dan hatinya telah mantap untuk menikahi putrid mereka.
- Tantingan, kedua orang tua mendatangi calon pengantin putrid di dalam kamar, menanyakan kemantapah hatinya untuk berumah tangga.
- Kembar mayang, dua kembar mayang dalam istilah jawa dinamakan dengan Dewandaru dan Kalpandaru. Dewandaru mempunyai arti pengayoman, maknanya adalah agar pengantin pria dapat memberikan pengayoman lahir bathin kepada keluarganya. Sedangkan kalpandaru berarti wahyu kelanggengan yaitu agar kehidupan rumah tangga dapat abadi selamanya.
- Wilujengan Majemukan, wilujengan majemukan adalah silaturahmi antara keluarga calon pengantin pria dan wanita yang bermakna kerelaan kedua pihak untuk saling berbesanan. Selanjutnya ibu calon pengantin wanita menyerahkan angsal-angsul atau oleh-oleh berupa makanan pada ibu calon mempelai pria. Sesaat sebelum orang tua calon pengantin pria pulang, orang tua calon pengantin wanita mamberikan kancing gelung (seperangkat pakaian untuk dikenakan pada upacara panggih)
Ijab Panikah
Pelaksanaannya mengacu pada agama yang dianut oleh pengantin. Dalam tata cara keraton, saat ijab panikah dilaksanakan oleh penghulu, tempat duduk diatur sebagai berikut :
- Pengantin laki-laki menghadap ke barat
- Naib di sebelah barat menghadap ke timur
- Wali menghadap ke selatan, dan para saksi bisa menyesuaikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar