17 Februari 2009


Prosesi Pernikahan Adat Jawa (Solo)

Upacara perkawinan adapt Jawa merupakan warisan Keraton, yang dulu hanya boleh diselenggarakan oleh keluarga kerajaan saja. Sebagai warisan tradisi keratin, tak pelak tata cara pernikahan adat jawa ini sarat akan symbol dan filosifi, yang intinya adlah untuk memuliakan Tuhan Yang Maha Esa, serta memohon berkah dan keselamatan bagi calon pasangan suami isteri dalam menjalankan biduk rumah tangganya kelak. Seperti halnya pandangan banyak suku daerah di Indonesia, bagi orang Jawa, pernikahan merupakan tahapan penting dan skral dalam kehidupan manusia. Tak sebatas ikrar sepasang manusia untuk mengikatkan dirinya, hidup dan cintanya dihadapan Tuhan dmasyarakat untuk membentuk keluarga baru. Pernikahan adalah pembentukan generasi masa depan. Untuk menggambarkan jalannya prosesi pernikahan , dan memahami bagaimana orang jawa memaknai pernikahan , berikut kami sajikan ringkasan prosesi pernikahan adapt Jawa Solo ini untuk anda.

Nontoni

Bagaian pertama dalam prosesi pernikahan adallah nontoni, Proses nontoni dilakukan oleh pihak keluarga pria dengan tujuan untuk mengetahui status gadis yang akan dijodohkan dengan anaknya apakah masih “ legan “ ( sendiri ) atau sudah memiliki pilihan sendiri. Hal ini dilakukan agar jangan smpai terjadi benturan dengan pihak lain yang mungkin menghendaki sang gadis menjadi menantunya.

Panembung

Dapat diartikan sebagai melamar. Dalam proses melamar seorang gadis yang akan dijadikan jodoh, biasanya akan dilakukan sendiri oleh pihak pria dengan diantar keluarga seperlunya. Tetapi bagian ini bisa juga diwakilkan kepada sesepuh atau orang yang dipercaya dengan disertai beberapa orang teman sebagai saksinya. Setelah pihak pria menyampaikan maksudnya, biasanya langsung di jawab oleh pihak wnita boleh tidaknya sang gadis diperisteri.

Paningset

Apabila sang gadis bersedia dijodohkan dengan sang pria yang melamarnya, maka jawaban akan segera diberikan kepada pihak pria serta memberikan perkiraan  mengenai proses selanjutnya. Pada saat itu, orang tua pihak pria akan membuat ikatan pembicaraan lamaran denga “ Pasrah Paningset “ ( saran pengikat perjodohan ).Perlengkapan paningset yang diserahkan oleh pihak laki laki kepada pihak wanita adalah : Paningset Utama ( kain batik truntum, cincin, kasemekan, Stagen dan Kain sindur ), Abon abon Paningset ( Jeruk Gulung/jeruk bali, Nasi Golong, Tebu Wulung, Pisang Ayu dan Suruh Ayu ), Pengiring Paningset ( hasil bumi dan barang kebutuhan wanita ), Sesaji pelengkap paningset ( sepasang ayam hidup, dua buah kelapa gading, dua batang tebu wulung, bahan bahan jamu. )

SELANJUTNYA ADALAH PELAKSANAAN PERSIAPAN ACARA PERNIKAHAN SESUAI DENGAN KETETAPAN YANG DIUCAPKAN PADA SAAT LAMARAN OLEH PIHAK WANITA.

Sowan Luhur

Maksudnya adalah meminta restu dari para sesepuh dan menziarahi kubur para pini sepuh yang sudah meninggal, kemudian bagi yang beragama islam biasanya dilaksanakan pengajian dan doa bersama dirumah pihak wanita yang diahadiri oleh kerabat dan handai taulan terdekat.

Pasang Tarub

Merupakan tradisi membuat “ bleketepe “ atau anyaman daun kelapa untuk dijadikan atap atau peneduh resepsi, tata cara ini mengambil ajaran Ki Ageng Tarub, salah satu leluhur raja raja mataram. Saat  mempunyai hajat menikahkan putrinya Dewi Nawangsih dengan Raden Bondan Kajawan, ki Ageng mebuat peneduh dari anyaman daun kelapa. Tata cara  pasang tarub adalah sang ayah naik tangga sedangkan ibu memegang tangga sambil membantu memberikan “ bleketepe “, tata cara ini menjadi perlambang gotong royong kedua orang tua yang menjadi pengayom keluarga.

Pasang Tuwuhan

“ Tuwuhan” mengandung arti suatu harapan kepada anak yang dijodohkan  dapat memperoleh keturunan sebagai penerus kelangsungan sejarah keluarga. Tuwuhan terdiri dari :

  1. Pohon pisang raja yang buahnya sudah masak, sebagai gambaran dari pemikiran uang sudah matang dan dewasa, sedangkan pisang raja dimaksudkan agar memiliki kemakmuran, kemulyaan seperti seorang raja.
  2. Tebu Wulung berwarna merah tua sebagai gambaran, sumber rasa manis yang dimaksudkan kehidupan yang serba enak. Sedangkan makna wulung bagi orang jawa berarti sepuh atau tua. Setelah memasuki jenjang perkawinan , diharapkan kedua mempelai memiliki jiwa sepuh yang selalu bertindak dengan penuh kebijaksanaan.
  3. Cengkir Gading, merupakan simbul dari kandungan atau tempat keturunan.
  4. Daun Randu dan Pari Sawuli,  hal ini melambangkan agar pasangan suami isteri nantinya mampu untuk mencukup keluarganya dengan sandangpangan.
  5. Godong apa apa ( bermacam macam dedaunan ),  seperti daun beringin yang mencerminkan pengayoman dan rumput alang alang sebagi penghalang dll.

Siraman dan Sade Dawet ( Dodol Dawet )

Upacara ini bermakna membuang hal hal yang kotor dari kedua calon mempelai, agar memasuki bahtera rumah tangga dengan kebersihan jiwa dan niat yang tulus dan suci. Selain oleh kedua orang tuanya, prosesi menyirami ini dilaksanakan oleh para pini sepuh keluarga, masing masing sesepuh melaksanakan siraman sebanyak 3 kali dengan gayung yang terbuat dengan tempurung kelapa dan diakhiri siraman oleh ayah mempelai.

Dodol Dawet

Ada makna simbolik yang dapat diambil dari upacara dodol dawet, cendol yang bebentuk bundar merupakan lambang kebulatan kehendak orang tua untuk menjodohkan anak. Bagi orang yang akan membeli dawet tersebut harus membayar dengan “kreweng” (pecahan genting). Hal itu menunjukkan bahwa kehidupan manusia berasal dari bumi. Selanjutnya, yang melayani adalah ibu, sedangkan yang menerima pembayaran adalah bapak. Hal ini mengajarkan kepada anak mereka tentang bagaimana mencari nafkah sebagai suami istri harus saling membantu.

Sengkeran

Atau yang lebih dikenal dengan “dipingit” pada jaman dulu dilakukan untuk menjaga keselamatan pengantin putri. Sedangkan pada masa sekarang, calon pengantin putri setiap malam dilulur dan mendapat banyak petuah mengenai bagaimana menjadi seorang istri dan ibu dalam menjalani kehidupan dan mendampingi suami, serta mengatur rumah tangga.

Malam Midodareni

Malam midodareni adalah malam menjelang dilaksanakannya ijab dan panggih. Pada pelaksanaannya malam midodareni terdiri dari beberapa prosesi yang syarat akan makna, yaitu :

  1. Jonggolan, adalah datangnya calon pengantin pria ketempat mertua. Tujuannya untuk menunjukkan bahwa dirinya dalam keadaan dan selamat, dan hatinya telah mantap untuk menikahi putrid mereka.
  2. Tantingan, kedua orang tua mendatangi calon pengantin putrid di dalam kamar, menanyakan kemantapah hatinya untuk berumah tangga.
  3. Kembar mayang, dua kembar mayang dalam istilah jawa dinamakan dengan Dewandaru dan Kalpandaru. Dewandaru mempunyai arti pengayoman, maknanya adalah agar pengantin pria dapat memberikan pengayoman lahir bathin kepada keluarganya. Sedangkan kalpandaru berarti wahyu kelanggengan yaitu agar kehidupan rumah tangga dapat abadi selamanya.
  4. Wilujengan Majemukan, wilujengan majemukan adalah silaturahmi antara keluarga calon pengantin pria dan wanita yang bermakna kerelaan kedua pihak untuk saling berbesanan. Selanjutnya ibu calon pengantin wanita menyerahkan angsal-angsul atau oleh-oleh berupa makanan pada ibu calon mempelai pria. Sesaat sebelum orang tua calon pengantin pria pulang, orang tua calon pengantin wanita mamberikan kancing gelung (seperangkat pakaian untuk dikenakan pada upacara panggih)

Ijab Panikah

Pelaksanaannya mengacu pada agama yang dianut oleh pengantin. Dalam tata cara keraton, saat ijab panikah dilaksanakan oleh penghulu, tempat duduk diatur sebagai berikut :

  1. Pengantin laki-laki menghadap ke barat
  2. Naib di sebelah barat menghadap ke timur
  3. Wali menghadap ke selatan, dan para saksi bisa menyesuaikan

Makna Yang Terkandung

Dalam Upacara Adat Pernikahan Pengantin Sunda

( Yang umum dilakukan )

S

etelah sebelumnya melalui proses Narosan (lamaran), tiba lah saatnya melaksanakan persiapan pernikahan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh kedua pihak keluarga . ( biasanya paling cepat 6 bulan setelah Narosan )., pada umumnya Upacara Adat Pra Pernikahanpun dilaksanakan biasanya mulai H-1, setelah pagi harinya pihak keluarga menyelenggarakan acara Pengajian dan Do”a bersama, selanjutnya dilaksanakan rangkaian upacara adat pra nikah tersebut, tapi sebelumnya perlu di tegaskan bahwa Upacara Adat ini sifatnya hanyalah sekedar bagian dari kehidupan berbudaya yang sama sekali tidak bisa disangkut pautkan dengan ritual keyakinan agama tertentu. Meskipun di dalam pelaksanaanya terasa sekali nafas islamnya, karena masyarakan sunda pada waktu itu sudah beragama islam dan akhirnya berakulturasi menjadi “ Way of Life “ dalam kehidupan masyarakat sehari hari. Tetapi tetap kita harus mensikapi dan menilainya dari sudut pandang Budaya tidak dari sudut pandang lainnya, agar tidak menimbulkan kesalahan presepsi yang berbeda nantinya.

Secara umum yang sering dilaksanakan prosesi Upacara Adat tersebut dimulai dengan :

1. NGECAGKEUN AISAN ( MELEPASKAN GENDONGAN )

Upacara Adat ini secara simbolik mengartikan inilah gendongan terakhir yang dilakukan oleh seorang ibu, maknanya adalah selama ini seorang anak berada dalam gendongan atau tanggung jawab orangtuanya, si ibu mulai dari kndungan telah melakukan yang terbaik untuk pertumbuhan dan perkembangan anaknya, sementara sang ayah melindungi, mengayomi, menafkahi dan medidiknya untuk kepentingan keluarganya, semua dilakukan dengan penuh kasih sayang dan ke ikhlasan.

Mulai saat itu orang tua akan mulai melepaskan tanggung jawabnya sebagai orang tu kepada anaknya yang akan mulai memasuki gerrbang rumah tangga. Tak lama lagi putrinya akan dinikahkan dan dipasrahkan kepada suaminya yang secara otomatis akan mengambil alih fungsi dan tanggung jawab dari orang tuanya. Simbolisasi dari Upacara Adat ini adalah, dari dalam kamar pengantin sang ibu memeluk anaknya dengan dililitan kain batik seolah olah sedang menggendongnya, sementara Ayah berjalan di depan sambil membawa lilin yang dinyalakan, sebagai simbolik dari penerangan, pencerahan dan petunjuk. Mereka berjalan beriringan diatas 7 lembaran kain batik yang dibentangkan bersusun menuju tempat Ngaras, lembaran kain batik yang bersusun tujug buah adalah..simbolik dari, kedua orang tua senantiasa menjalankan tugas dan kewajibannya berada dijalan yang lurus dan mengikuti petunjuk yang sesuai dengan keyakinannya.

2.  NGARAS  ( MENCUCI KAKI KEDUA ORANG TUA )

Upacara adat ini hanya dilakukan dalam perkawinan adaat sunda gaya Sukapura, Ngaras adalah upacara yang dilakukan sebelum CPW?CPP melaksanakan siraman, upacara ini dilakukan sebagi ungkapan rasa sayang, hormat dan bakti seorang anak kepada orang tuanya, sekaligus meminta izin dan ridho nya untuk melepasnya memasuki gerbang rumah tangga, hal ini sesuai dengan hadist Rasulallah, “ Ridho Allah tergantung dari Ridho orang tua “. Dengan upacara ini kedua mempelai diharapkan semakin hormat dan berbakti kepada kedua orang tuanya, mengingat kelak merekapun akan menjadi orang tua dari anak anaknya, dan dapat mempelajarinya dari bagaimana kedua orang tuanya memperlakukan mereka dangan kasih dan sayang yang tulus. Upacara ini juga diharapkan dapat menurunkan suhu ketegangan/bathien menjelang saat saat upacara pernikahan yang kadang memuncak karena ketegangan. Disamping itu juga menjalin silaturachim diantara keluarga besar yang selama ini jarang dan tidak pernah bertemu karena kesibukan masing masing. Teknis pelaksanaanya biasannya kedua orang tua duduk di kursi dan putrid/putranya bersimpuh duduk diatas selembar kain batik, prosesinya pertama kali sang anak mencuci kaki ibunya kemudian dilanjutkan dengan sungkem  disinilah ucap izin disampaikan oleh sang anak, setelah itu baru giliran kaki sang ayah yg dicuci, selanjutnya sama seperti kepada ibunya.

3. NGEBAKAN  ( SIRAMAN )

Secara kasat mata Siraman ini artinya memandikan, tetapi dibalik itu ada bebarapa makna yang terkandung di dalamnya, secara filosofis ,siraman itu dimaksudkan sebagai upaya pensucian diri lahir bathien sebelum melaksanakan Ijab Kabul yang sakral dan selanjutnya memasuki gerbang rumah tangga dengan kesucian hati dan kebersihan niat yang tulus. Oleh karena itu..air yg digunakan untuk siraman adalah air yang telah didoakan, dicampurkan dengan air bunga..sebagai symbol harum dan indah, pada prosesi siraman ini selain kedua orang tua juga diharapkan siraman mempelai juga dilakukan oleh para pini sepuh yang dikenal karena baik dalam menata hidupnya dan bijaksana, agar calon mempelai dapat mencontohnya. Pada prosesi terakhir siraman, sang ayah akan mengucurkan air bersih dari dalam kendi yang kemudian calon pengantin melakukan abdas/berwudlu, sebagai isyarat pensucian diri, karena pada hakikatnya melaksanakan pernikahan adalh sebuah ibadah oleh karenanya perlu dilaksanakan dalam keadaan yang suci dan ikhlas, seperti halnya pelaksanaan ibadah lainnya dalam agama islam.

4. NGENINGAN ( KERIKAN )

Usai siraman dengan diantar kedua orang tuanya menuju kamar pengantin, dengan disaksikan kedua orang tuanya juru rias akan melakukan kerikan rambut rambut halus pada bagian kening dan belakang kepala CPW, simbolisasi ini menunjukan dihilangkannya sifat sifat tidak baik yang ada pada diri seorang calon mempelai dalam memasuki gerbang rumah tangganya kelak, selanjutnya nanti akan tumbuh sifat yang baik dan sesuai dengan kebutuhannya berumah tangga. Dengan maksud..bahwa seseorang itu harus berubah menjadi lebih baik dan lebih bijaksana dalam mensikapi kehidupannya.

Pada umumnya acara prosesi upacara adaat pada H-1 selesai dilaksnakan, tapi apabila menginginkan lebih lengkap lagi, setelah siraman, pada malam harinya..biasanya dilaksanakan acara SESERAHAN ( meskipun pada saat ini acara ini biasanya dilaksanakan pada esok paginya menjelang Akad Nikah ) dan NGEUYEUK SEUREUH.

5. SESERAHAN / SEREN SUMEREN

Upacara Adat Seserahan adalah kelanjutan dari acara lamaran yang sudah beberapa minggu/bulan sebelum seserahan itu berlangsung, pada saat itu keluarga CPP, menyerahkan CPP kepada kel CPW untuk dinikahkan kepanda putrinya, hal ini juga merupakan simbolik dari pemenuhan janji yang telah terucap sebelumnya pada saat lamaran berlangsung, hal ini dimaksud kan agar keluarga CPW menjadi tenang karena CPP sudah berada di dekatnay agar esok hari dapat dinikahkan dengan putrinya. Tetapi kedatangan pihak kel CPP tentunya tidak dalam keadaan tangan kosong, begitu pula pihak CPW tidak akan membiarkan tamu tamunya pulang dengan keadaan tangan kosong. Makna yang terkandung didalamnya adalah sebagai bukti keseriusan dalam menepati janji yang telah diucapkan sebelumnya, dari sini akan muncul rasa kepercayaan dan saling menghormati dan menghargai dari kedua pihak keluarga, mengingat keduanya akan menjadi satu keluarga besar nantinya. Faktor kepercayaan rupanya merupakan hal yang sangat penting ditanamkan sejak awal, oleh orang sunda pada waktu itu.

6. NGEUYEUK SEUREUH

Ngeuyeuk Seuruh berasal dari kata “ Paheuyeuk heuyeuk jeung beubeureuh “ ( Bekerjasama dengan Pasangan) , maksudnya biar diguncang baday kehidupan yang dahsyatnya seperti apapun , kedua pasangan mempelai yang telah menikah seharusnya tetap tegar menghadapinya bersama. Inti dari acara ini adalah serangkaian nasehat kepada calon mempelai yang akan menikah, materinya bukan hanya maslah rumah tangga saja tetapi segala macam aspek yang terjadi didalam kehidupan suami dan isteri dalam membentuk keluarga. Materi disampaikan dengan cara halus dan menggunakan symbol symbol yang khas, sehingga tidak terkesan pornografi dan murahan, justru kebiasaan orang sunda jika berbicara dengan menggunakan pepatah atau tembang sehingga semuanya terkesan elegant dan sopan. Acara ini sekaligus juga menjadi ajang berakrab ria, karena dihadiri oleh kedua pihak keluarag, sedangkan yg melakukan contoh dari setiap materi adalah kedua orang tua masing masing, disini di buktikan bahwa tugas orang tua bukan hanya memberikan kasih saying, nafkah, pendidikan, perlindungan dan pengayoman saja kepada anak anaknya, tetapi orang tua pun harus memberikan “ Teladan yang baik “ kepada orang tuanya, karena itu orang sunda berpendapat bahwa proses belajar yg baik adallag ada pada orang tua, “ diajar hitup ti pangalaman kolot baheula “, ini justru menjadi tantangan bagi kedua orang tua untuk dapat memiliki kualitas yg baik agar dapat dijadikan teladan bagi anak anak nya.

Bagi yang melaksanakan Upacara Adat Sunda, acara Ngeuyeuk Seureuh merupakan acara pamungkas yang diselenggarakan pada H-1, untuk selanjutnya esok pagi kedua mempelai akan melaksanakan Ijab Kabul/ Akad Nikah.

Setelah Akad Nikah/Ijab Kabul selesai dilaksanakan, kembali diselenggarakan Upacara Adat Pernikahan Sunda yaitu :

9. SUNGKEMAN PANGANTEN

Ada perbedaan maksud sungkeman pada acara ini di bandingkan dengan sungkeman yang dilaksanakan pada acara Ngaras sebelumny, bila pada acara Ngaras, sungkem anak kepada orang tuanya adalah sebagai tanda sembah bakti, mohon maaf dan meminta izin dan keikhlasannya untuk menikah dengan sang pujaan hati, sedangkan pada sungkeman setelah acara Akad Nikah dilaksnakan adalah berintikan sebagai ungkapan kebahagiaan kedua mempelai dengan cara meminta doa restunya dari kedua orang tua masing masing dan mertua dan para pini sepuh, dalam membentuk keluarga yang berbahagia, selamat dan sejahtera, itu intinya.

10. NYAWER

Asal kata Nyawer adalah “ Awer “, ibarat seember benda cair, benda tersebut bisa di uwar awer (tebar tebar) dengan mudah. Jadi secara fisik arti nyawer adalah menebar nebar. Tetapi dibalik itu nyawer memiliki makna  lebih dalam dan ritual, yaitu menebar nasehat. Maksudnya sepasang “ Raja dan Ratu sehari” itu sebentar lagi akan mengarungi bahtera kehidupan yang penuh misteri. Ibarat hutan, hutan itu belantara yang belum pernah terjamah oleh kaki manusia sehingga terkesan misterius dan mengerikan, disatu sisi sebuah rumah tangga itu bisa menjadi sebuah istana kerajaan yang indah bagaikan di surga, tetapi disisi lain dpat menjadi malapetaka hebat seperti didalam neraka.  Situasi seperti ini lah yang menggugah para nenek moyang kita dahulu untuk memberikan bekal lahir bathien kepada kedua mempelai. Pada zaman Belanda dulu, berbicara didepan orang banyak, meski itu pada acara pernikahan sangatlah dilarang, mereka khawatir materi nasehat perkawinan mengarah kebidang politik, sehingga bisa menggugah perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Itu sebabnya petuah dudalam saweran diberikan secara puitis dengan bentuk tembang tembang kidung indah yang diiring sentuhan kecapi suling.Setelah itu kedua orang tua mempelai menyawerkan beras bercampur kunyit, uang logam, permen/coklat kearah mempelai yg duduk berdua dan dipayungi, saweran juga diarhkan kekanan kira mempelai sehingga keluarga dan kerabat yang menghadirinya dapat berebutan untuk mendapatkannya. Filosofinya adalah petuah kepada mempelai, jika diberikan kelimpahan rejeki janganlah lupa untuk berbagi dengan, keluarga, handai taulan dan fakir miskin dengan tulus ikhlas dan senang hati.


11. MEULEUM HARUPAT

Lelaki selalu diidentikan dengan otot, kekuatan, kejantanan, kekerasan dan kegagahan. Bisa dibayangkan isi dunia ini kalao hanya lelaki semua isinya, dalam upacara . ensensi makna dari sifat jelek laki laki tadi harus segera dihilangkan bila dia menginginkan dapat menjadi kepala keluarga yang baik simbolisasinya adalah dengan harupat yg dibakar menunjukan keangkara murkaan yang harus pada oleh  siraman air dari dalam kendi, artinya sang isteri harus pandai mendinginkan suasan yang sedang membara dari sang suami yang sedang marah.

12.  NINCAK ENDOG

Telur , merupakan symbol awal kehidupan, maka kedua orang tuanya harus menjaganya, telur tersebut harus dijaganya jangan sampai pecah atau berantakan sebelum waktunya menetas. Bagi seorang gadis buah keperawanan haruslah selalu dijaganya sampai dia secara resmi dan syah menjadi seorang isteri dari seorang laki lak yang telah menikahinyai, baru hal yang paling berharga pada dirinya itu dipasrahkan secara utuh.

13. HUAP LINGKUNG

Tak hanya telur ayam yang melengkapi upacar perkawinan adaat sunda, namun juga ayamnya, maklum hamper semua orang menyukai dagingnya. Makna yang terkandung didallam upacara adapt Huap Lingkung adalah agar kedua mempelai senantiasa berbagi rejeki secara adil, acara ini dulunya juga dimaksudkan untuk mengakrabkan diantara kedua mempelai, maklum pengantin pengantin jaman dulu umumnya belum saling mengenal apalagi bersentuhan. Prosesi Huap Lingkung dibagi kedalam dua tahap, pertama kedua orang tua melakukan suapan kepada anak dan menantunya, ini merupakan suatu isyarat bahwa semenjak hari itu, inilah suapan terakhir yang dilakukan orang tua terhadap anaknya yang telah menikah, untuk selanjutnya wajib bagi mereka untuk mencari nafkah sendiri dan keluarganya kelak. Tahapan kedua, kedua mempelai saling menyuapi, isyarat ini mensimbolkan pada kedua mempelai untuk saling menyayangi dan melayani untuk kebahagiannya. Begitu pula makna yang terkandung dari saling meminumkan air dalam cangkir diantara kedua mempelai. Prosesi Terakhir adalah berebut/tarik tarikan ayam panggang (Bakakak Ayam) oleh pengantin, Ayam panggang merupakan simbolisasi dari suatu bentuk kenikmatan, rejeki, kebahagiaan, siapapun yang mendapatkannya diantara mereka berdua, wajib baginya untuk berbagi diantara mereka, disini tidak berlaku sifat mementingkan diri sendiri, tapi berapapun yang di dapat seyogyanya di bagi dan dinikmati bersama.

SECARA UMUM DARI UPACARA ADAT SUNDA YANG SERING DILAKSANAKAN PADA SUATU ACARA PERNIKAHAN SELASAI DILAKSANAKAN, TAPI TERKADANG BANYAK PENYELENGGARA ACARA INI HANYA MENGAMBIL SEBAGIANNYA SAJA YANG DIANGGAP PENTING MENURUT KEINGINAN, SITUASI DAN KONDISI MASING MASING, DAN KARENA HAL INI HANYA SEKEDAR ADAT, MAKA SYAH SYAH SAJA, BAHKAN TIDAK DILAKSANAKAN PUN TIDAK MASALAH.

NAMUN YANG TERPENTING BAGI KITA ADALAH UNTUK MENJADI LEBIH BIJAK DALAM MEMANDANG , MENILAI DAN MENSIKAPINYA, SEPERTI YANG TELAH DIKATAKAN PADA AWAL PEMBAHASAN , BAHWA SEBAIKNYA MENILAI SEBUAH ADAT ISTIADAT SEHARUSNYA DARI KACAMATA KEBUDAYAAN JANGAN DARI KACAMATA SEBUAH KEYAKINAN TERTENTU, SEHINGGA TIDAK MENJADI RANCU DALAM MENILAINYA, TAPI SEBALIKNYA AKAN MENJADI PROPOSIONAL APABILA MAU MEMANDANG DAN MENILAINYA DARI KORIDORNYA MASING MASING, INI PENTING DILAKUKAN AGAR ADAT DALAM  KEBUDAYAAN INDONESIA YANG MEMILIKI NILAI NILAI LUHUR DALAM KHASANHNYA TIDAK HILANG KARENA DITINGGALKAN OLEH MASYARAKAT BANGSANYA SENDIRI, PADAHAL ADAT ISTIADAT ADALAH SALAH SATU KEKAYAAN BUDAYA TERBESAR YANG INDONESIA MILIKI.